TRAINING AND DEVELOPMENT
TRAINING AND DEVELOPMENT
Kata pelatihan adalah hal yang telah
umum kita dengar dan bicarakan. Di dalam konteks khususnya, pendidikan maupun
dunia, kata pelatihan merupakan hal yang tidak asing dan seolah-olah telah
dipahami maknanya secara tepat oleh semua orang. Namun, apakah kata pelatihan
yang telah kita ketahui adalah makna yang sebenarnya? Apakah kita ketahui bahwa
pelatihan berbeda dengan pendidikan dan pengembangan, walaupun ketiga konsep
tersebut sama-sama menggunakan proses belajar? Selain itu, apa desain yang
efektif untuk pelatihan?. Untuk itulah kita bahas keseluruhan secara jelas, berikut
uraiannya:
PELATIHAN
Menurut Sikula (Dalam Munandar,
2001) pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan
prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja non-manajerial
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Selain itu, menurut Noe (Dalam Yuwono dkk.,
2005) dalam dunia kerja, pelatihan adalah suatu kegiatan yang direncanakan oleh
perusahaan atau institusi untuk memfasilitasi proses belajar karyawan untuk
mencapai kompetensi dalam pekerjaannya. Kompetensi ini meliputi pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dianggap penting untuk mencapai kinerja yang
tinggi.
Tujuannya pelatihan adalah agar karyawan
dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dilatihkan dalam
program pelatihan sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan mereka
sehari-hari (Yuwono dkk., 2005). Disamping itu, pelatihan juga digunakan untuk
melatihkan pengetahuan dan keterampilan tertentu, keterampilan menggunakan
peralatan atau mesin-mesin dan keterampilan manajerial, yang berlangsung dalam
waktu yang relatif singkat dan dalam jangka waktu pendek baik untuk tenaga
kerja manajerial maupun untuk tenaga kerja bukan manajer (Munandar, 2001).
PENDIDIKAN
Pendidikan adalah aktivitas yang
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai moral, dan
pemahaman yang dibutuhkan dalam seluruh aspek kehidupan (Yuwono dkk., 2005). Menurut
Amstrong (Dalam Yuwono dkk., 2005) bahwa pendidikan bersifat “generalis” yang dapat meliputi pelajaran
tentang budaya, hukum, linguistic dan pengetahuan lain yang dibutuhkan sebagai
dasar untuk belajar secara berkesinambungan, pengembangan individu, kreativitas
dan komunikasi.
Pada pelatihan biasanya lebih mudah
menetapkan tujuan yang jelas dan terukur dimana hasil yang diharapkan lebih
mudah untuk didefinisikan. Sementara pada pendidikan tujuan biasanya kurang
spesifik pada area tertentu, sehingga penentuan tentang tercapai atau tidaknya
hasil yang diharapkan menjadi lebih sulit (Yuwono dkk., 2005). Dengan demikian, menurut
Milano dan Ullius (Dalam Yuwono dkk., 2005) dapat disimpulkan perbedaan
mendasarkan antara pelatihan dan pendidikan adalah pendidikan berfokus pada
“belajar tentang” (learning about)
sedangkan pelatihan berfokus pada “belajar bagaimana” (learning how).
Pelatihan merupakan suatu sistem
tertutup, dimana ada kepastian tentang cara yang benar dan yang salah yang
telah ditentukan dalam kondisi internal pelatihan, sedangkan pendidikan
merupakan suatu sistem terbuka, sehingga memungkinkan adanya pengaruh luar yang
menentukan kebenaran atau kesalahan (Yuwono dkk., 2005).
PENGEMBANGAN
Pengembangan bermakna pertumbuhan
atau realisasi dari kemampuan seseorang melalui proses belajar yang disadari
atau tidak disadari (Yuwono dkk., 2005). Menurut Amstrong (Dalam Yuwono dkk.,
2005) program pengembangan biasanya meliputi elemen dari pelajaran yang
direncanakan, pengalaman dan sering kali didukung oleh fasilitas coaching dan konseling. Sedangkan,
menurut Noe (Dalam Yuwono dkk., 2005) pengembangan mengacu pada pendidikan
formal, pengalaman kerja, hubungan interpersonal serta penilaian (assessment) terhadap kepribadian dan
kemampuan yang dapat membantu karyawan mempersiapkan diri untuk masa yang akan
datang. Karena berorientasi pada masa yang akan datang, maka kegiatan belajar
yang dilakukan tidak harus berkaitan dengan tugasnya saat ini.
Berikut tabel tentang pelatihan
dengan pengembangan menurut Noe (Dalam Yuwono dkk., 2005), yaitu:
Training
|
Development
|
|
Focus
|
Current
|
Future
|
Use of work
experience
|
Low
|
High
|
Goal
|
Preparation for
current job
|
Preparation for
change
|
Participant
|
Required
|
Voluntary
|
Dari tabel diatas dapat diketahui
bahwa secara tradisional, pelatihan terfokus pada upaya membantu meningkatkan
kinerja individu dalam mengerjakan tugasnya saat ini, sedangkan pengembangan
membantu menyiapkan karyawan untuk menempati posisi lain dalam perusahaan, baik
dalam posisi yang lebih tinggi atau posisi yang sedang dirancang untuk ada di
masa mendatang (Yuwono dkk., 2005).
PELATIHAN
PERUBAHAN
PERAN PELATIHAN DARI WAKTU KE WAKTU
1. Fokus pada keterampilan dan
pengetahuan. Sebagai
cara untuk mengajarkan karyawan tentang keterampilan dan perilaku spesifik.
Pandangan ini didasarkan pada kondisi bisnis yang stabil dan dapat diprediksi,
sehingga dapat dikontrol oleh perusahaan.
2. Mengaitkan pelatihan dan kebutuhan
bisnis. Kondisi
lingkungan eksternal yang sulit diprediksi membuat persoalan yang timbul juga
menjadi sulit untuk diramalkan. Hal ini membuat kebutuhan pelatihan harus
dikaitkan dengan persoalan bisnis yang spesifik, yang tengah dihadapi oleh
karyawan.
3. Penggunaan pelatihan untuk
menciptakan dan berbagai pengetahuan.
Banyak perusahaan yang percaya bahwa untuk mencapai keunggulan yang kompetitif
mereka perlu mengembangkan intellectual
capital, yang meliputi pengetahuan kognitif (know what), keterampilan yang maju (know how), sistema pemahaman dan kreativitas (know why).
FILOSOFI
PELATIHAN
Menurut Amstrong (Dalam Yuwono dkk.,
2005) Training Philosopy meliputi:
· Pendekatan
strategis dalam pelatihan (strategic
approach to training)
·
Terintegrasi
(integrated)
·
Relevan
(relevant)
·
Berdasarkan
pada masalah (problem based)
·
Berorientasi
pada tindakan (action-oriented)
·
Terkait
dengan kinerja (performance-related)
·
Berkesinambungan
(continual)
The institute of Personnel
Management pada tahun 1987 menyatakan bahwa jika ingin aktivitas pelatihan
benar-benar bermanfaat baik bagi organisasi maupun karyawannya, maka
kondisi-kondisi ini harus terpenuhi (Yuwono dkk., 2005), yaitu:
a. Organisasi harus memiliki beberapa
bentuk rencana bisnis yang strategis (strategic business plan) yang
diterjemahkan dalam bentuk keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki
oleh karyawannya.
b. Para manajer harus siap dan dapat
mendefinisikan kebutuhan yang diperlukan, sehingga organisasi dapat menerapkan
proses pengembangan yang berkesinambungan.
c. Secara sederhana, pembelajaran dan
pekerjaan harus terintegrasi. Artinya dukungan harus diberikan pada seluruh
karyawan yang mau belajar dari masalah yang ada, tertantnag dan menerapkannya
dalam tugas mereka sehari-hari.
d. Dorongan dari pengembangan yang
berkesinambungan ini harus data dari pimpinan atau anggota lain dari kelompok
manajemen.
e. Investasi dalam proses pengembangan
yang berkesinambungan harus dilakukan oleh pihak manajemen puncak.
Setelah kita mengetahui
tentang filosofi pelatihan, kita dapat memperhitungan berbagai keuntungan yang
diperoleh organisasi jika berhasil melaksanakan program pelatihan yang sesuai
dengan filosofi tersebut. Dalam hal ini Amstrong (Dalam Yuwono dkk., 2005)
menyatakan bahwa pelatihan memberikan keuntungan:
1) Meminimalkan biaya untuk proses
belajar
2) Meningkatkan kinerja individual,
kelompok dan perusahaan dalam hal keluaran, kualitas, kecepatan, dan
produktivitas.
3) Meningkatkan fleksibilitas
operasional dengan meluaskan rentang keterampilan yang dimiliki oleh karyawan (multiskiling)
4) Menghasilkan staf yang berkualitas
tinggi dengan cara meningkatkan kompetensi dan keterampilan mereka sehingga
memperoleh kepuasan kerja yang lebih tinggi
5) Meningkatkan komitmen staf dengan
mendorong mereka untuk mengidentifikasikan diri terhadap misi dan tujuan
organisasi
6) Membantu mengelola perubahan dengan
meningkatkan pengertian mereka terhadap asalan untuk berubah dan memberikan
mereka pengetahuan serta keterampilan yang mereka butuhkan untuk menyesuaikan
diri dengan situasi yang baru.
7) Membantu mengembangkan budaya yang
positif dalam organisasi, misalnya budaya yang berorientasi pada peningkatan
kinerja.
8) Memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada pelanggan
Adanya berbagai keuntungan yang
dapat diperoleh organisasi melalui pelatihan, menuntut organisasi untuk
mendesain program pelatihan yang sesuai dengan filosofi pelatihan dan tujuan
organisasi.
DESAIN
PELATIHAN YANG EFEKTIF
Kunci sistem pelatihan yang efektif
adalah proses desain instruksional yaitu suatu pendekatan yang sistematis untuk
mengembangkan program pelatihan. Dibawah ini terdapat langkah-langkah dalam
mendesain pelatihan yang efektif.
Langkah 1 : menganalisa kebutuhan
pelatihan
Langkah 2 : menentukan tujuan
pelatihan
Langkah 3 : memastikan kesiapan
peserta mengikuti pelatihan
Langkah 4 : menciptakan suatu
lingkungan belajar
Langkah 5 : mengorganisasikan materi
pelatihan
Langkah 6 : memilih metode pelatihan
Langkah 7 : mengevaluasi program
pelatihan
Untuk memperjelas masing-masing
langkah diatas makan akan dibahas setiap langkahnya. Menurut Noe dan Beebe,
Mottet, Roach (Dalam Yuwono dkk., 2005), yaitu :
LANGKAH
1. MENGANALISA KEBUTUHAN PELATIHAN
Analisa kebutuhan ini biasanya
meliputi analisa terhadap organisasi (organization
analysis), analisa terhadap karyawan (person
analysis) dan analisa terhadap tugas (task
analysis).
- Analisa terhadap organisasi
Menurut Noe (Dalam Yuwono dkk., 2005)
ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih pelatihan sebagai
solusi dari masalah yang dihadapi organisasi yaitu :
(1) arah
strategis perusahaan (company’s
strategic direction). Perencanaan dipilih oleh organisasi untuk mencapai
tujuan yang strategis mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemilihan sumber
daya (uang, waktu pelatihan, program pengembangan) yang akan digunakan dalam
pelatihan. Ada empat strategi bisnis yaitu concentration strategy, internal
growth strategy, external growth strategy dan disinvestment strategy.
(2) dukungan
manajer dan rekan kerja terhadap aktivitas pelatihan. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa dukungan manajer dan rekan kerja merupakan hal
yang penting dalam penelitian. Faktornya kuncinya adalah sikap positif diantara
rekan kerja dan manajer terhadap keikutsertaan seorang karyawan dalam aktivitas
pelatihan.
(3) sumber daya pelatihan yang
tersedia. Untuk mengidentifikasi ketersediaan sumber daya bagi pelatihan
diantaranya biaya, waktu dan pakar.
- Analisa terhadap karyawan
Terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan (Yuwono dkk., 2005), yaitu:
karakteristik karyawan (person
characteristic)
·
pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan
·
sikap
dan motivasi
Input: terkait dengan instruksi
tentang apa, bagaimana dan kapan tugas dilakukan
·
memahami
kebutuhan untuk melakukan tugas
·
sumber
daya yang dibutuhkan
·
gangguan
dari tuntutan tugas lain
·
kesempatan
untuk melakukan tugas
Output
·
standar
untuk menilai keberhasilan kerja
·
konsekwensi
(consequences) ; intensif yang
diberikan
·
konsekwensi
positif
·
konsekwensi
negatif
Umpan balik: informasi yang diterima
karyawan tentang kinerjanya
·
frekuensi
dan umpan balik yang spesifik tentang bagaimana kinerja mereka
- Analisa terhadap tugas
Ada empat langkah dalam proses
analisa terhadap tugas (Yuwono dkk., 2005), yaitu;
1. memilih pekerjaan yang akan
dianalisa
2. membuat daftar pendahuluan tentang
tugas yang dilakukan dalam suatu pekerjaan
3. melakukan validasi atau konfirmasi
tentang daftar tugas yang telah dibuat
4. setelah mengidentifikasi tugas,
dilakukan identifikasi tentang pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
pendukung yang dibutuhkan untuk melakukan tugas masing-masing.
LANGKAH
2. MENENTUKAN TUJUAN PELATIHAN (TRAINING OBJECTIVE)
Tujuan pelatihan merupakan jawaban
atas hasil analisa kebutuhan tugas. Tujuan pelatihan yang benar mempunya empat criteria
(Yuwono dkk., 2005), yaitu:
a. dapat diamati (observable): tujuan
pelatihan dibuat dalam pernyataan tertulis tentang jenis perilaku khusus yang
dapat diamati
b. dapat diukur (measurable): tujuan
pelatihan harus dapat terukur sehingga dapat dinilai seberapa tepat perilaku
yang ditampilkan.
c. dapat dicapai (attainable): tujuan
pelatihan harus realistis, artinya sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
serta kondisi pendukung lainnya.
d. spesifik: ada dua cara untuk membuat
tujuan yang spesifik (1) pilih kata kerja yang bermakna jelas hindari kata-kata
merasakan, memahami, mengahrgai dan lain-lain, (2) kirteria yaitu standar
objektif untuk mengukur kemampuan peserta.
LANGKAH
3. MEMASTIKAN KESIAPAN KARYAWAN DALAM MENGIKUTI PELATIHAN
Kesiapan dalam mengikuti pelatihan
meliputi (1) karakteristik pribadi (kemampuan, sikap, kepercayaan, dan
motivasi) yang dibutuhkan untuk mempelajari materi pelatihan dan menerapkannya
pada pekerjaan (2) lingkungan kerja yang dapat memberikan fasilitas untuk
proses belajar (Yuwono dkk., 2005).
Upaya manajer dalam memastikan
lingkungan kerja yang benar-benar mendukung motivasi karyawan untuk belajar
(Yuwono dkk., 2005), yaitu:
1. Menyediakan materi, waktu, informasi
yang terkait dengan pekerjaan serta bantuan peralatan yang dibtuhkan karyawan
untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Menyatakan pentingnya program
pelatihan bagi karyawan
3. Memberi kesempatan karyawan untuk
mengetahui keberhasilan kerja mereka jika mereka menggunakan materi pelatihan
dalam pekerjaannya.
4. Mendorong anggota kelompok kerja
untuk terlbat dalam penggunaan keterampilan baru dengan memberikan umpan balik
dan berbagai pengalaman tentang pelatihan.
5. Memberi karyawan waktu dan
kesempatan untuk menerapkan keterampilan dan perilaku baru dalam pekerjaannya.
LANGKAH
4. MENCIPTAKAN SUATU LINGKUNGAN BELAJAR
Agar karyawan dapat memperoleh
pengetahuan dan keterampilan diberikan dalam program pelatihan serta dapat
menerapkannya di dalam pekerjaan maka program pelatihan harus melibatkan
prinsip-prinsip dalam teori belajar.
- Teori penguat (Reinforcement theory)
Teori ini menekankan bahwa orang
akan termotivasi melakukan atau menghindari suatu perilaku karena pengalaman
atas hasil atau akibat dari perilaku tersebut dimasa lalu. Jika hasil atau
akibat dari perilaku itu berupa sesuatu yang menyenangkan maka disebut penguat
positif (positive reinforcement),
sedangkan jika hasilnya tidak menyenangkan maka disebut penguat negatif (negative reinforcement).
- Teori belajar sosial (social learning theory)
Teori ini menekankan bahwa seseorang
belajar melalui proses pengamatan atau observasi terhadap perilaku orang lain
(model) yang mereka anggap berpengetahuan atau terbukti mampu (credible). Teori belajar sosial
menyarankan empat proses yang terlibat dalam proses belajar, yaitu retensi,
atensi, reproduksi motorik dan proses motivasi.
- Teori Kognitif (Cognitive theory)
Menggambarkan cara individu belajar
untuk mengenali dan mendefinisikan masalah serta bereksperimen untuk menemukan
solusinya. Teori kognitif memiliki dasar pemikiran discovery atau do-it yourself. Teori belajar melalui pengalaman (Experiental learning) seperti yang
digambarkan Kolb, Rubin, dan Mc intyre (Dalam Yuwono dkk., 2005) yang terdiri
dari 4 siklus tahapan:
a. pengalaman nyata
b. observasi dan refleksi terhadap
pengalaman
c. pembentukan konsep abstrak dan generalisasi
d. menguji implikasi konsep pada
situasi baru.
- General laws of learning
A law of learning adalah suatu
pernyataan yang menggambarkan kondisi yang harus ada agar peserta dapat
belajar, yaitu:
·
Law of effect
·
Law of frequency
·
Law of association
- Teori belajar orang dewasa (adult learning theory)
Knowles (Dalam Yuwono dkk., 2005)
mengemukakan karakteristik orang dewasa yang harus diperhatikan dalam proses
pendidikannya, yaitu:
1. konsep diri (self concept)
2. pengalaman (experience)
3. orientasi pada belajar (orientation
to learning)
4. kesiapan belajar (readiness to
learn)
5. motivasi belajar (motivation to
learn)
LANGKAH 5. MENGORGANISASIKAN MATERI
PELATIHAN
Ada dua prinsip utama yang dapat
membantu cara mendesain kurikulum (Yuwono dkk., 2005), yaitu:
·
ajarkan
keterampilan dengan urutan kronologis
artinya ajarkan peserta bagaimana menguasai keterampilan langkah demi
langkah sesuai dengan urutan kronologis
·
ajarkan
keterampilan yang sederhana sebelum mengajarkan keterampilan yang rumit
Cara mengajarkan keterampilan (Yuwonk dkk., 2005), yaitu:
·
tell : memberikan deksripsi dengan
kata-kata
·
show : demonstrasikan bagaimana
keterampilan dilakukan’
·
invite : minta peserta untuk berlatih
keterampilan yang diajarkan
·
encourage : mengidentifikasi apakah peserta
sudah melakukan keterampilan dengan benar
·
correct : mengidentifikasi bagaimana
peserta dapat meningkatkan kinerjanya
Secara umum ada dua materi pelatihan
yaitu sumber interna (latar belakang dan pengalaman pribadi) dan sumber dari
luar (internet, perpustakaan atau para ahli) (Yuwono dkk., 2005).
LANGKAH 6 MEMILIH METODE PELATIHAN
Secara umum ada dua jenis metode
pelatihan yaitu metode pelatihan tradisional dan metode pelatihan yang
menggunakan teknologi canggih seperti melalui internet (Yuwono dkk., 2005).
Metode pelatihan tradisional terdiri
dari:
a. metode presentasi
b. metode hands-on
c. metode group building
LANGKAH 7. MENGEVALUASI PROGRAM
PELATIHAN
Evaluasi program pelatihan terdiri
dari evaluasi formatif dan sumatif (Yuwono dkk., 2005). Evaluasi formatif
berguna untuk menyakinkan bahwa (1) program pelatihan telah terorganisir dengan
baik dan berjalan lancer (2) peserta dapat belajar dan merasa puas atas program
pelatihan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang mengukur sejauh mana perubahan
peserta sebagai hasil dari partisipasinya dalam program pelatihan.
REFERENSI
Munandar, A. S. (2001).
Psikologi industri dan organisasi.
Jakarta : UI Press.
Yuwono, I., Suhariadi, F., Handoyo, S., Fajrianthi., Muhammad, B. S., & Septarini, B. G. (2005). Psikologi Industri & Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Komentar
Posting Komentar